Orangutan Tersesat di Wilayah Tambang Batu Bara, Aktivis Lingkungan Khawatir

Rekaman seekor orangutan jantan yang spaceman tampak kebingungan dan berkeliaran di area tambang batu bara di Kalimantan Timur kembali mengundang keprihatinan para aktivis lingkungan mengenai nasib satwa yang sudah sangat terancam punah ini. Video yang diambil oleh warga setempat dan telah diverifikasi oleh AFP tersebut memperlihatkan orangutan tersebut berjalan di jurang berpasir yang dikelilingi oleh vegetasi, hanya beberapa meter dari alat berat tambang, menunjukkan betapa habitat aslinya telah terganggu parah1.

Indonesia, sebagai salah satu negara dengan tingkat deforestasi tertinggi di dunia, menghadapi dilema besar. Di satu sisi, negara ini merupakan habitat terakhir orangutan bersama Malaysia, namun di sisi lain aktivitas pertambangan dan pembangunan megaproyek seperti Ibu Kota Negara (IKN) mengancam kelangsungan hidup mereka. Para pegiat lingkungan telah lama memperingatkan bahwa ekspansi tambang batu bara dan pembangunan lainnya dapat menghancurkan hutan hujan tropis yang menjadi rumah bagi orangutan dan berbagai satwa liar lainnya1.

Ahmad Baihaqi, warga yang merekam video tersebut, menyatakan kesedihannya melihat orangutan yang tampak tersesat dan bingung. Orangutan itu sendirian dan tidak tahu harus ke mana karena habitatnya telah hilang akibat aktivitas manusia1. Pakar lingkungan dari Kelompok Kerja Pesisir Balikpapan, Mappaselle, menegaskan bahwa penampakan orangutan tersebut adalah bukti nyata dari dampak negatif pertambangan terhadap habitat satwa liar. Ia mengingatkan bahwa jika habitat terus terganggu, satwa-satwa yang terancam punah seperti orangutan bisa punah dari alam liar1.

Meskipun pemerintah dan pihak konservasi telah berupaya memindahkan orangutan tersebut ke kawasan hutan lindung, kekhawatiran tetap ada. Kepala badan konservasi setempat, Ari Wibawanto, menyatakan bahwa perilaku orangutan jantan yang mengembara adalah hal yang wajar, namun hal ini tidak menghilangkan fakta bahwa habitat mereka semakin menyempit akibat aktivitas manusia di sekitarnya1.

Tambang batu bara yang menjadi lokasi orangutan tersebut adalah milik perusahaan Kaltim Prima Coal (KPC), anak usaha Bumi Resources, yang merupakan produsen batu bara terbesar di Indonesia. Konsesi tambang ini sangat luas dan beroperasi di dekat kawasan hutan yang menjadi habitat orangutan, seperti Taman Nasional Kutai (TNK), yang merupakan salah satu habitat subspesies orangutan Kalimantan terbesar di wilayah tersebut16.

Studi dan survei menunjukkan bahwa meskipun pertambangan batu bara hanya menyumbang sekitar 1 persen dari deforestasi di Kalimantan, dampak lingkungan yang ditimbulkan bisa sangat buruk. Aktivitas pertambangan menyebabkan fragmentasi habitat yang memaksa orangutan menghuni area yang lebih kecil dan terisolasi, sehingga populasi mereka menjadi rentan. Selain itu, aktivitas tambang juga memicu perambahan, perburuan liar, dan kerusakan habitat yang lebih luas6.

Upaya konservasi terus dilakukan, termasuk pemindahan orangutan dari area tambang ke kawasan lindung dan reklamasi lahan bekas tambang. Namun, para ahli mengingatkan bahwa adaptasi orangutan terhadap lingkungan yang terganggu memiliki batasnya. Jika habitat terus menyusut dan terganggu, kelangsungan hidup orangutan dalam jangka panjang sangat terancam6.

Para aktivis lingkungan dan masyarakat berharap agar rekaman orangutan yang tersesat ini dapat menjadi peringatan bagi pemerintah dan perusahaan tambang untuk lebih serius dalam melindungi habitat satwa liar. Perlindungan hutan dan pelestarian satwa seperti orangutan bukan hanya tanggung jawab moral, tetapi juga penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan keberlangsungan alam di Indonesia1.

Kesimpulannya, fenomena orangutan tersesat di wilayah tambang batu bara merupakan gambaran nyata dari dampak negatif aktivitas manusia terhadap lingkungan dan satwa liar. Perlindungan habitat orangutan harus menjadi prioritas agar spesies ini tidak punah dan hutan hujan tropis di Kalimantan tetap lestari bagi generasi mendatang