Harimau Jawa pernah tersebar di hutan dataran rendah, semak belukar, dan perkebunan di Pulau Jawa. Namun, sejak pertengahan abad ke-20, populasi harimau ini terus menurun hingga akhirnya pada tahun 1970-an, International Union for Conservation of Nature (IUCN) menaikkan statusnya dari sangat rentan menjadi punah1. Faktor utama yang menyebabkan kepunahan adalah perburuan dan konversi habitat menjadi lahan pertanian serta infrastruktur2.
Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan pengumpulan sampel fisik berupa rambut dan bulu yang diduga milik Harimau Jawa di wilayah Sukabumi, Jawa Barat. Selain itu, ditemukan pula jejak cakaran yang menguatkan dugaan keberadaan harimau tersebut di alam liar24.
Metode utama yang digunakan adalah analisis genetik DNA dari sampel rambut tersebut. Ekstraksi DNA dilakukan dengan menggunakan Dneasy Blood and Tissue Kit yang telah dimodifikasi untuk mengatasi kandungan protein tinggi pada rambut. Selanjutnya, amplifikasi PCR dilakukan pada gen sitokrom b mtDNA dengan primer khusus harimau untuk mendapatkan sekuens nukleotida yang valid29.
Hasil sekuens DNA kemudian dianalisis menggunakan perangkat lunak seperti BioEdit, Chromas Pro, Clustal X, dan MEGA untuk menyusun pohon filogenetik. Analisis ini membandingkan sampel rambut dengan data genetik dari spesimen harimau koleksi Museum Zoologi Bogor dan subspesies harimau lain seperti Harimau Bengal, Amur, dan Sumatera. Hasilnya menunjukkan bahwa sampel rambut dari Sukabumi berada dalam kelompok genetik yang sama dengan Harimau Jawa, terpisah dari subspesies lain2.
Selain analisis genetik, metode kamera pengintai atau camera trap menjadi alat penting dalam mendeteksi keberadaan harimau di alam tanpa harus menangkapnya secara fisik. Kamera ini dipasang di lokasi strategis seperti jalur harimau atau jalur mangsanya dengan distribusi yang merata agar setiap individu harimau memiliki peluang tertangkap gambar. Metode ini terbukti efektif dan lebih mudah dibandingkan metode konvensional6.
Penelitian yang dipublikasikan pada awal 2024 membuktikan secara ilmiah bahwa Harimau Jawa belum punah, dengan bukti genetik dari rambut yang ditemukan di Sukabumi. Peneliti awalnya sempat ragu karena sampel tersebut sudah lama ditemukan, tetapi hasil analisis DNA menguatkan keyakinan akan keberadaan harimau ini7.
Penelitian sebelumnya di Taman Nasional Meru Betiri juga menunjukkan bukti keberadaan Harimau Jawa melalui analisis rambut menggunakan mikroskop elektron scanning (SEM), yang membedakan pola rambut Harimau Jawa dengan macan tutul. Temuan ini menegaskan bahwa harimau Jawa masih eksis di beberapa wilayah meskipun jumlahnya sangat terbatas5.
Metode ilmiah yang digunakan untuk memastikan keberadaan Harimau Jawa meliputi:
-
Pengumpulan sampel fisik seperti rambut dan bulu di habitat alami.
-
Analisis genetik DNA dengan teknik PCR dan sekuensing gen sitokrom b mtDNA.
-
Penggunaan perangkat lunak bioinformatika untuk analisis filogenetik.
-
Pemasangan kamera pengintai untuk observasi langsung di alam liar.
Pendekatan ini memberikan bukti kuat bahwa Harimau Jawa belum punah dan masih bertahan di alam liar meskipun dengan populasi yang sangat kecil dan rentan. Penelitian ini membuka peluang bagi upaya konservasi yang lebih terfokus untuk melindungi dan melestarikan subspesies harimau yang sangat langka ini demi menjaga keanekaragaman hayati Indonesia