Kabar Dari Pasar Gelap
Beberapa minggu setelah pertemuan di hutan, aku mendengar rumor di sebuah kedai kopi tua. Seorang pedagang https://www.lynnmillerpsychic.com/ barang antik bercerita bahwa ada kelompok misterius yang memburu orang-orang seperti Aurelia. Mereka menyebut dirinya Penjaga Garis Waktu. Konon, tugas mereka adalah memastikan takdir berjalan sesuai “alur asli” dan menghilangkan siapa pun yang berani mengubahnya.
Nama Aurelia muncul dalam bisikan-bisikan mereka, disebut sebagai “Pembelok Garis” yang paling sulit ditangkap. Mendengarnya membuat bulu kudukku meremang. Jika itu benar, berarti malam di hutan kemarin adalah upaya untuk melindungiku dari kelompok tersebut.
Peringatan yang Terlambat
Suatu malam, saat aku pulang, aku menemukan sesuatu yang membuat darahku dingin: bukan bunga melati di depan pintu, melainkan seikat tali merah dengan simpul aneh. Di tengah simpul itu terselip secarik kertas kecil bertuliskan, “Kami tahu dia berhubungan denganmu.”
Itu berarti mereka sudah mengetahui keberadaanku, dan aku bisa menjadi target selanjutnya. Aku langsung mengunci semua pintu dan jendela, tapi di lubuk hati, aku sadar kunci fisik tak akan menghentikan mereka.
Bayangan di Malam Hujan
Hujan deras kembali mengguyur kota malam itu. Saat aku memandang keluar jendela, aku melihat tiga sosok berpakaian gelap berdiri di ujung jalan. Mereka hanya berdiri diam, tidak bergerak, tapi entah bagaimana aku tahu bahwa tatapan mereka tertuju padaku.
Detik berikutnya, listrik padam. Gelap menyelimuti seluruh rumah. Aku meraba-raba mencari senter, dan saat cahaya kecil itu menyala, aku melihat setangkai melati segar tergeletak di meja ruang tamu. Itu artinya satu hal: Aurelia ada di sini.
Pertemuan di Tengah Gelap
“Aku tak punya banyak waktu,” suara Aurelia terdengar dari sudut ruangan. Ia keluar dari bayang-bayang, wajahnya terlihat lelah namun matanya tetap tajam. “Mereka sudah mendekat. Kau harus ikut denganku sekarang.”
Tanpa banyak bertanya, aku mengambil jaket dan mengikutinya keluar lewat pintu belakang. Kami menyusuri gang sempit, menghindari jalan utama. Aurelia berjalan cepat, seolah tahu setiap tikungan yang aman. Tapi langkah kami terhenti ketika dari depan muncul dua sosok berpakaian hitam.
Pertarungan di Gang
Salah satu dari mereka mengeluarkan pisau pendek, sementara yang lain merogoh saku dan mengeluarkan sesuatu yang menyerupai kompas kuno. Jarumnya berputar cepat, lalu berhenti mengarah tepat ke Aurelia.
Aurelia melemparkan segenggam serbuk ke udara. Asap pekat langsung memenuhi gang, membuat lawan-lawan kami batuk dan terhuyung. Ia menarik tanganku dan berlari, melewati pintu besi yang entah dari mana munculnya. Begitu pintu tertutup, suara hujan kembali terdengar samar, seolah kami berada di tempat yang sama sekali berbeda.
Ruang Persembunyian
Kami tiba di sebuah ruangan kecil yang penuh rak berisi buku tua dan botol-botol kaca. “Ini salah satu tempat aman yang tersisa,” kata Aurelia sambil menyalakan lampu minyak. “Penjaga Garis Waktu bukan hanya memburu kita karena ramalan. Mereka percaya bahwa mengubah takdir akan memicu efek berantai yang bisa menghancurkan dunia mereka.”
Aku menelan ludah. “Dunia mereka?”
“Ya,” jawab Aurelia, menatapku dalam. “Mereka bukan sepenuhnya manusia. Mereka adalah sisa-sisa dari garis waktu yang pernah dihapus, dan mereka bertahan dengan memastikan takdir tetap seperti semula. Setiap kali aku menyelamatkan seseorang, aku menciptakan percabangan baru… dan itu membuat mereka semakin lemah.”
Pengakuan yang Mengguncang
Aurelia kemudian mengaku bahwa aku bukan orang pertama yang ia lindungi dari titik patah hidupnya. Namun, kasusku berbeda. “Dalam salah satu percabangan waktu, kau akan menjadi orang yang menghentikan Penjaga Garis Waktu selamanya. Tapi di percabangan lain, kau mati sebelum itu terjadi.”
Kata-katanya membuatku terdiam. Semua peringatan, bunga melati, dan ketukan pintu selama ini hanyalah cara untuk memastikan aku tetap berada di jalur yang benar.
Pengepungan
Sebelum aku sempat mencerna semua itu, suara langkah kaki bergema di luar ruangan. Aurelia memadamkan lampu minyak, memberi isyarat agar aku diam. Suara logam beradu terdengar dari arah pintu, lalu cahaya tipis masuk dari celah.
“Waktunya habis,” bisik Aurelia. Ia meraih tanganku dan memberiku sebuah liontin berukir simbol mata. “Jika aku tidak selamat, ini akan membawamu ke tempat berikutnya. Jangan lepaskan.”
Pintu itu mulai terbuka, dan cahaya putih menyilaukan mata. Suara hujan hilang, digantikan oleh dengung rendah yang membuat telinga bergetar. Tiga sosok berpakaian hitam masuk, dan dunia di sekitarku mulai berputar.
Akhir yang Terbuka
Aku tidak ingat apa yang terjadi setelahnya. Saat tersadar, aku berada di tengah jalan yang sepi, hujan baru saja reda, dan liontin itu masih tergenggam di tanganku. Tidak ada tanda-tanda Aurelia, hanya setangkai melati yang menempel di liontin, basah oleh sisa hujan.
Entah dia berhasil lolos atau justru tertangkap, aku tidak tahu. Tapi satu hal pasti: permainan garis waktu belum berakhir, dan aku kini berada di tengah pusarannya.