Demonstrasi Nasional “Take It Back”: Gelombang Penolakan Pemerintahan Buruk dan Penindasan Kebebasan Berekspresi di Nigeria

Latar Belakang Gerakan “Take It Back”

Pada awal April 2025, Nigeria diguncang oleh gelombang wild bandito slot demonstrasi nasional yang diorganisir oleh gerakan “Take It Back”. Ribuan warga dari berbagai kota besar seperti Lagos, Abuja, Port Harcourt, Ibadan, dan Edo turun ke jalan menuntut akuntabilitas, keadilan, serta pemerintahan yang lebih baik, khususnya untuk rakyat miskin dan kelas pekerja. Gerakan ini lahir sebagai respons terhadap meningkatnya tekanan ekonomi, penindasan kebebasan berekspresi, serta kebijakan represif pemerintah yang dinilai mengkhianati kepercayaan publik23.

Akar Masalah: Penindasan dan Kebijakan Kontroversial

Salah satu pemicu utama demonstrasi adalah pemberlakuan Cybercrime Act yang dianggap telah disalahgunakan oleh pemerintah dan aparat kepolisian untuk membungkam kritik serta membatasi kebebasan berbicara. Para demonstran juga menyoroti krisis politik di Rivers State, di mana penerapan status darurat dinilai sebagai bentuk kediktatoran militer di bawah pemerintahan Presiden Bola Tinubu3.

Koordinator nasional gerakan, Juwon Sanyaolu, menegaskan bahwa tuntutan utama mereka mencakup pencabutan Cybercrime Act, penghentian status darurat di Rivers State, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi. Mereka menilai pemerintahan saat ini semakin otoriter dan tidak responsif terhadap kebutuhan rakyat3.

Jalannya Demonstrasi: Dari Damai Menuju Represi

Demonstrasi yang dimulai sejak pagi hari berlangsung serentak di berbagai kota. Di Abuja, massa yang dipimpin oleh tokoh oposisi Omoyele Sowore dan pengacara hak asasi manusia Deji Adeyanju, berusaha berbaris menuju Eagle Square, lokasi peringatan National Police Day. Namun, aparat keamanan menghadang dengan kendaraan lapis baja, melakukan pemeriksaan ketat, dan akhirnya membubarkan massa menggunakan gas air mata dan meriam air. Insiden serupa terjadi di Port Harcourt, di mana polisi melepaskan gas air mata untuk membubarkan kerumunan di dekat kantor pemerintah23.

Di Lagos, ratusan anak muda menantang larangan polisi dan tetap berunjuk rasa, membawa spanduk bertuliskan “Stop the Repression” dan “Let Us Breathe”. Mereka menuntut diakhirinya pemerintahan buruk, penindasan polisi, serta pelanggaran kebebasan berbicara melalui undang-undang siber. Namun, akses mereka ke kompleks parlemen negara bagian dibatasi oleh aparat keamanan23.

Respons Aparat dan Tuduhan Intimidasi

Aksi damai ini mendapat respons keras dari aparat. Di beberapa titik, polisi dan bahkan militer dikerahkan dengan kendaraan lapis baja untuk menghalau demonstran. Jurnalis yang meliput aksi juga mengalami intimidasi dan dorongan fisik saat diminta meninggalkan lokasi. Para pemimpin gerakan menuduh adanya upaya sistematis untuk menakut-nakuti dan membungkam suara rakyat melalui penangkapan dan kekerasan aparat2.

“Kami di sini untuk protes damai, tapi ini adalah penghalangan terhadap hak demokrasi. Kami tidak akan menerima upaya membungkam kebebasan berbicara,” tegas Sanyaolu, koordinator nasional Take It Back3.

Tuntutan dan Harapan Demonstran

Selain pencabutan Cybercrime Act dan penghentian status darurat di Rivers State, para demonstran juga menuntut:

  • Pemerintahan yang transparan dan akuntabel.

  • Penghormatan terhadap hak-hak sipil dan kebebasan pers.

  • Perlindungan terhadap aktivis, jurnalis, dan warga yang menyuarakan kritik.

  • Penurunan biaya hidup dan solusi atas kemiskinan yang semakin meluas23.

Demonstran menegaskan bahwa kebebasan berekspresi adalah hak fundamental yang tidak boleh dirampas oleh negara. Mereka menolak kriminalisasi kritik dan menuntut pemerintah untuk mendengarkan suara rakyat, bukan membungkamnya dengan kekuatan militer dan hukum yang represif.

Dampak dan Prospek Perubahan

Gelombang protes “Take It Back” menandai kebangkitan gerakan masyarakat sipil di Nigeria yang menolak pemerintahan buruk dan penindasan kebebasan. Meski dihadang represi aparat, aksi ini menunjukkan bahwa rakyat tidak gentar untuk memperjuangkan hak-haknya. Tekanan publik yang terus meningkat diharapkan dapat memaksa pemerintah untuk merevisi kebijakan represif dan membuka ruang dialog yang lebih inklusif.

Ke depan, keberhasilan gerakan ini sangat bergantung pada solidaritas lintas kelompok masyarakat, konsistensi tekanan publik, serta dukungan dari komunitas internasional dalam menegakkan hak asasi manusia dan demokrasi di Nigeria. Demonstrasi “Take It Back” adalah cermin perlawanan rakyat terhadap segala bentuk penindasan dan harapan akan masa depan yang lebih adil dan bebas2.