Marah dengan Undang-Undang ‘Agen Asing’ Georgia, Pengunjuk Rasa Muda Coba Taktik Baru

Pada awal tahun 2023, Georgia diguncang oleh serangkaian protes DAFTAR TRISULA88 yang dipicu oleh pengesahan undang-undang kontroversial yang dikenal dengan nama «Undang-Undang Agen Asing». Undang-undang ini mengharuskan organisasi-organisasi yang menerima dana dari luar negeri untuk mendaftar sebagai «agen asing» di bawah pengawasan pemerintah. Ketentuan ini, yang serupa dengan undang-undang di Rusia, menuai protes keras dari banyak pihak, terutama kalangan muda dan masyarakat sipil yang melihatnya sebagai ancaman terhadap kebebasan berbicara dan hak asasi manusia di negara yang sebelumnya dianggap sebagai salah satu kisah sukses demokrasi pasca-Soviet.

Penyebab Protes:

Undang-undang yang kontroversial ini memicu gelombang protes besar-besaran yang dimulai pada bulan Maret 2023, ketika para aktivis dan organisasi non-pemerintah (NGO) di Georgia mulai memperingatkan bahwa undang-undang tersebut akan membatasi ruang gerak mereka dalam menyuarakan pendapat serta melakukan kegiatan yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat. Lebih dari itu, pengkritik menilai bahwa kebijakan ini akan memicu peningkatan kontrol otoriter oleh pemerintah atas organisasi yang beroperasi di Georgia, terutama mereka yang bekerja dalam isu-isu hak asasi manusia, kebebasan media, dan transparansi pemerintahan.

Salah satu hal yang memicu kemarahan adalah ketakutan bahwa undang-undang tersebut akan membuka jalan bagi lebih banyak pengawasan dan tindakan represif terhadap mereka yang dianggap berafiliasi dengan «agenda asing». Dalam konteks ini, «agen asing» menjadi label yang sangat negatif, yang dapat memicu stigma dan bahkan intimidasi terhadap organisasi yang mendukung kemajuan demokrasi di Georgia.

Protes oleh Generasi Muda:

Sebagian besar peserta protes adalah kalangan muda yang merasa sangat terancam oleh potensi pembatasan kebebasan mereka. Mereka melihat pengesahan undang-undang ini sebagai langkah mundur bagi negara mereka, yang berusaha untuk bergerak maju menuju integrasi lebih dekat dengan Eropa dan dunia Barat. Untuk generasi muda yang tumbuh dengan aspirasi ini, pengesahan undang-undang agen asing adalah peringatan bahwa kebebasan yang mereka nikmati bisa saja dicabut secara tiba-tiba.

Namun, yang menarik dari protes ini adalah munculnya taktik-taktik baru yang lebih kreatif dan terorganisir. Para pengunjuk rasa muda ini tidak hanya turun ke jalan dengan membawa spanduk dan bendera, tetapi juga menggunakan media sosial secara masif untuk menyuarakan penolakan mereka. Mereka memanfaatkan platform seperti Instagram, Twitter, dan TikTok untuk menyebarkan pesan-pesan protes, yang tidak hanya mencakup penolakan terhadap undang-undang tersebut tetapi juga seruan untuk mempertahankan kebebasan demokrasi.

Taktik Baru yang Diterapkan:

Salah satu inovasi yang menarik adalah cara para pengunjuk rasa muda menciptakan «perlawanan digital». Alih-alih bergantung hanya pada protes fisik, mereka memperkenalkan kampanye hashtag yang kuat untuk menjangkau audiens yang lebih luas, termasuk komunitas internasional. Kampanye seperti #NoToForeignAgentLaw dan #GeorgiaIsNotRussia menjadi tren di media sosial, yang menciptakan perhatian global terhadap masalah ini.

Selain itu, para pengunjuk rasa juga menggunakan seni jalanan dan pertunjukan teater di ruang publik untuk menarik perhatian lebih banyak orang. Mural-mural berisi pesan anti-pemerintah muncul di seluruh ibu kota Tbilisi, sementara pertunjukan teater yang menggambarkan situasi represif yang bisa muncul dari penerapan undang-undang ini mulai digelar di berbagai titik strategis. Melalui bentuk seni ini, para pemuda mencoba menunjukkan kepada dunia bahwa protes mereka bukan sekadar tentang undang-undang itu sendiri, tetapi juga tentang mempertahankan nilai-nilai demokrasi yang mereka anggap krusial bagi masa depan negara mereka.

Reaksi Pemerintah dan Dampaknya:

Pemerintah Georgia awalnya merespons dengan keras terhadap protes-protes ini, dengan upaya untuk membubarkan kerumunan yang besar dan menangguhkan kebebasan pers untuk beberapa waktu. Akan tetapi, tekanan internasional yang kuat, termasuk dari Uni Eropa dan Amerika Serikat, akhirnya memaksa pemerintah untuk mundur. Pada akhir Maret 2023, pemerintah Georgia mengumumkan bahwa mereka akan menunda penerapan undang-undang agen asing tersebut, meskipun undang-undang itu tetap menjadi isu yang sangat sensitif dalam politik domestik negara tersebut.

Keputusan untuk menunda pengesahan undang-undang ini dianggap sebagai kemenangan bagi para pengunjuk rasa dan masyarakat sipil, tetapi banyak yang merasa bahwa ini hanya merupakan kemenangan sementara. Bagaimanapun juga, ketegangan antara aspirasi demokratis masyarakat Georgia dan keinginan pemerintah untuk menjaga kendali tetap tinggi, dan banyak kalangan yang khawatir bahwa isu ini mungkin akan kembali muncul di masa depan.

Kesimpulan:

Protes terhadap undang-undang agen asing di Georgia menunjukkan bagaimana generasi muda semakin mengambil peran sentral dalam perlawanan terhadap kebijakan yang dianggap merugikan kebebasan demokrasi. Melalui taktik-taktik baru yang lebih kreatif dan menggunakan teknologi digital, mereka telah berhasil membawa isu ini ke perhatian dunia internasional. Walaupun pemerintah akhirnya menunda penerapan undang-undang tersebut, protes ini memberikan pelajaran penting tentang pentingnya mobilisasi sosial yang adaptif terhadap zaman.