Pada 7 Maret 2025, Parlemen Georgia membuat keputusan penting yang memperlihatkan perbedaan tajam ALTERNATIF TRISULA88 antara cabang eksekutif dan legislatif negara tersebut. Parlemen negara itu dengan suara bulat menolak veto yang diajukan oleh Presiden Georgia, Salome Zourabichvili, terhadap sebuah undang-undang kontroversial yang dikenal dengan sebutan «RUU Agen Asing». Keputusan ini mencerminkan ketegangan yang semakin meningkat antara pemerintah dan parlemen Georgia, serta menunjukkan perubahan signifikan dalam politik negara itu.
Latar Belakang RUU Agen Asing
RUU Agen Asing, yang pertama kali diajukan pada Februari 2025, mengharuskan organisasi dan individu yang menerima pendanaan asing untuk mendaftar sebagai «agen asing». Tujuan utama dari undang-undang ini adalah untuk meningkatkan transparansi dalam aktivitas politik dan pengaruh asing di Georgia. Namun, banyak pihak, baik di dalam maupun luar negeri, menganggap undang-undang ini sebagai alat untuk membatasi kebebasan sipil, memperlemah oposisi, dan mengontrol organisasi yang menerima dana dari luar negeri, terutama yang dianggap kritis terhadap pemerintah.
Menurut RUU ini, organisasi yang beroperasi di Georgia dan menerima lebih dari 20% dari pendanaan mereka dari luar negeri diwajibkan untuk mendaftar sebagai agen asing. Mereka juga harus mengungkapkan rincian terkait aktivitas mereka yang dibiayai oleh dana asing. Pemerintah berargumen bahwa hal ini diperlukan untuk melindungi negara dari pengaruh asing yang berpotensi merusak stabilitas politik dan sosial Georgia.
Namun, RUU ini segera memicu protes di dalam negeri. Banyak kelompok hak asasi manusia, organisasi masyarakat sipil, serta partai politik oposisi menganggapnya sebagai langkah mundur bagi demokrasi Georgia. Mereka menilai undang-undang ini sebagai alat untuk menekan kebebasan berbicara dan mengekang aktivitas organisasi yang bekerja untuk kepentingan publik.
Presiden Georgia Menyampaikan Veto
Presiden Salome Zourabichvili, yang dikenal memiliki hubungan yang agak tegang dengan parlemen yang didominasi oleh partai yang berkuasa, mengajukan veto terhadap RUU Agen Asing pada bulan Maret 2025. Dalam pernyataannya, Zourabichvili menyebutkan bahwa undang-undang tersebut dapat merusak hubungan internasional Georgia dan merusak reputasi negara tersebut di dunia internasional. Dia juga menekankan bahwa RUU ini dapat mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat, serta membatasi peran penting yang dimainkan oleh organisasi masyarakat sipil dalam memperjuangkan keadilan dan transparansi.
Presiden juga menyoroti kekhawatiran internasional terhadap RUU tersebut, dengan banyak negara Barat, termasuk Uni Eropa dan Amerika Serikat, menyatakan keprihatinan mereka terhadap potensi dampak negatif undang-undang ini terhadap kebebasan sipil dan demokrasi di Georgia.
Parlemen Menolak Veto
Namun, meskipun adanya penolakan keras dari Presiden, parlemen Georgia, yang didominasi oleh Partai Georgia untuk Kemenangan, mengesahkan undang-undang tersebut dengan suara bulat setelah menanggapi veto presiden. Keputusan ini menunjukkan bahwa sebagian besar anggota parlemen mendukung langkah-langkah yang lebih ketat terhadap pengaruh asing di negara tersebut.
Pihak yang mendukung RUU ini berpendapat bahwa undang-undang tersebut diperlukan untuk melindungi kedaulatan negara Georgia. Mereka mengklaim bahwa banyak organisasi asing yang terlibat dalam politik domestik Georgia tanpa akuntabilitas yang memadai, dan undang-undang ini akan memberikan transparansi yang lebih besar. Menurut mereka, RUU ini tidak dimaksudkan untuk mengekang kebebasan sipil, melainkan untuk melindungi negara dari potensi campur tangan asing.
Namun, penolakan veto ini menambah ketegangan antara cabang eksekutif dan legislatif Georgia, yang sebelumnya sudah cukup terpolarisasi. Para pengkritik pemerintah, baik di dalam negeri maupun internasional, melihat keputusan ini sebagai langkah menuju otoritarianisme, dengan kemungkinan dampak negatif bagi kebebasan pers dan kebebasan organisasi yang kritis terhadap pemerintah.
Dampak Terhadap Hubungan Internasional
Keputusan parlemen Georgia untuk menolak veto presiden ini dapat berdampak signifikan terhadap hubungan negara tersebut dengan mitra internasional, terutama negara-negara Barat. Uni Eropa dan Amerika Serikat telah menyatakan keprihatinan mereka terkait potensi dampak RUU Agen Asing terhadap kebebasan sipil dan demokrasi di Georgia. Meskipun Georgia memiliki hubungan erat dengan Barat, terutama terkait dengan aspirasi mereka untuk bergabung dengan Uni Eropa dan NATO, kebijakan domestik yang kontroversial ini dapat merusak citra negara tersebut di mata dunia internasional.
Selain itu, meskipun ada dukungan dari sebagian besar parlemen, oposisi yang kuat terhadap RUU ini menunjukkan adanya perpecahan dalam masyarakat Georgia. Protes yang terus berlanjut di jalanan menunjukkan ketidakpuasan yang mendalam terhadap keputusan politik ini, yang dapat menciptakan ketegangan sosial lebih lanjut.
Kesimpulan
Parlemen Georgia yang menolak veto presiden terhadap «RUU Agen Asing» mencerminkan perbedaan politik yang tajam dan ketegangan dalam pengambilan keputusan politik di negara tersebut. Meskipun undang-undang ini dipandang oleh pemerintah sebagai langkah penting untuk melindungi kedaulatan negara, banyak pihak di dalam negeri dan internasional melihatnya sebagai ancaman terhadap kebebasan sipil dan demokrasi. Keputusan ini akan terus mempengaruhi dinamika politik Georgia, serta hubungan negara tersebut dengan mitra internasionalnya.